Sebuah tulisan tentangmu Nadendra

Nadendra, nama ini mungkin bukan sesuatu yang familiar. Tak banyak orang yang tahu. Tapi kalo ditanya siapa itu Hayam Wuruk, Gajah Mada, pasti orang – orang itu akan dengan cepat menjawabnya. Meskipun jawabannya sangat singkat. Namun dua tokoh tersebut relatif lebih dikenal dalam konteks sejarah kita.

Lantas siapakan Nadendra? Apakah peranannya sebegitu penting dalam sejarah bangsa ini?

Nadendra memang hanya sebuah nama yang  mungkin tidak dikenal oleh sebagian besar rakyat negeri ini. Mungkin hanya sebagian kecil, yaitu mereka yang mau peduli untuk tahu tentang sejarah negeri ini. Karena memang sejarah ini negeri ini <sejauh ini>  memiliki sebuah kecenderungan, untuk lebih peduli pada orang besar. Sementara mereka yang berada pada kasta di bawahnya harus rela terlupa meski mungkin saja mereka melakukan sesuatu yang lebih baik daripada rajanya.

Nadendra adalah salah satunya. Nadendra adalah nama dari seorang Dharmadyaksa Kasogatan (pembesar agama Budha) pada masa pemerintahan Rajasanegara (gelar abhiseka Hayam Wuruk). Berdasarkan identifikasi dari Prof. Slamet Mulyana, Nadendra merupakan nama samaran dari Mpu Prapanca, penyusun kitab Negarakertagama. Prof. Slamet Mulyana berhasil melakukan identifikasi tersebut dengan membandingkan dengan apa yang tertera pada pupuh – pupuh di Negarakertagama, yang menguraikan bahwa, penyusun kitab tersebut ikut serta menyertai perjalanan Hayam Wuruk ke Lamajang pada Agustus – September 1359. Nah, Prapanca mengikuti kunjungan tersebut dalam kapasitas sebagai seorang Dharmadyaksa Kasogatan. Lebih tepatnya nama Dang Acarya (gelar dari Dharmadyaksa Kasogatan) Nadendra ini tertera pada sejumlah piagam yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, yaitu piagam (prasasti) Trawulan yang bertarikh bulan Srawana tahun Saka 1280 (Juli – Agustus 1358 A.D). Piagam ini dikeluarkan setahun sebelum perjalanan Hayam Wuruk ke Lamajang. Inilah yang menjadi dasar sejumlah ahli untuk menyetujui identifikasi bahwa Prapanca adalah nama samaran dari Dang Acarrya  Nadendra.


Karya Nadendra ini adalah sebuah karya yang monumental. Dr.Soekmono dalam Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2  menyebutkan jika kitab Negarakertagama ini penting sekali untuk sejarah, oleh karena yang diuraikan ialah riwayat Singhasari dan Majapahit dari sumber – sumber pertama dan ternyata sesuai dengan prasasti – prasasti. Negarakertagama mengupas juga uraian tentang ibukota Majapahit, jajahan – jajahan negara Majapahit, perjalanan Hayam Wuruk di sebagian besar Jawa Timur yang dijalin dengan daftar candi – candi yang ada, upacara craddha yang dilakukan untuh roh Gayatri dan tentang pemerintahan serta keagamaan dalam jaman Hayam Wuruk.

Membaca Negarakertagama berarti bisa melihat Majapahit di era Hayam Wuruk. Sesuatu yang menarik bukan? Maka layak jika Nadendra dan karyanya ini dihargai bukan sekedar sebagai karya sastra pada masa itu, tetapi sebuah sumber sejarah yang penting dan monumental. Tanpa kitab ini nama Gajah Mada dan Hayam Wuruk mungkin saja hanya dikenal melalui sejumlah kitab yang diwarnai dengan dongeng.

Sementara Negarakertagama memberikan warna yang berbeda, ada sejumlah fakta yang disajikan sekalipun tetap dipenuhi alegori dan metafora. Namun secara keseluruhan, Negarakertagama mampu mencerahkan pandangan kita akan situasi Majapahit pada masa itu. Dalam proses penulisan kitabnya, Nadendra melakukan sejumlah tahap yang jelas. Karya ini ditulis berdasar pada pengalaman, pengamatan, wawancara dan pembuktian ulang. Tahap yang biasa dilakukan sejarawan dewasa ini. Nadendra telah melakukannya ratusan tahun yang lalu. Yah, karena Nadendra menginginkan karyanya ini sebagai sebuah persembahan kepada Sri Rajasanagara.

Apa yang telah dilakukan oleh Nadendra, seyogyanya perlu mendapat perhatian. Dari karyanya nama Hayam Wuruk dan Gajah Mada menjadi melegenda. Tak ketinggalan pula kebesaran Majapahit sebagai bagian dari masa lalu bangsa ini yang menjadi semakin membanggakan. Negarakertagama hadir di tengah minimnya kebiasaan meninggalkan sumber tertulis dalam tradisi bangsa ini. Memang Nadendra bukan seorang raja, namun apa yang dilakukannya tidak kalah dengan raja. Upayanya mendokumentasikan sebuah peristiwa adalah sebuah sumbangan besar dalam sejarah bangsa ini.

Dang Acarya Nadendra, terima kasih atas karyamu.




Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Cinta adalah Nol, Nol adalah awal dari segalanya

Telaah singkat Kidung Harsawijaya