Short Story about Jalur Kereta Api Jogja Brosot
Pengembangan transportasi berhubungan erat dengan potensi sebuah daerah. Statement ini memang benar adanya.Hal ini berlaku di sejumlah wilayah salah satunya adalah Yogyakarta. Yogyakarta, daerah yang berada di sisi selatan dari Jawa bagian tengah, kaya akan beragam potensi, salah satunya adalah perkebunan.
Potensi di bidang perkebunan tersebut tercermin dengan jenis tanah yang dikandung di daerah Yogyakarta. Sularto dalam buku monografi daerah Istimewa Jogjakarta menyebutkan jika jenis tanah yang ada di Yogyakarta terdiri dari 5 jenis, Regosol, Latertic, Limestone, Gromosol dan Alluvial. Nah, tanah yang memiliki kualitas baik untuk ditanami adalah tanah Regosol, yaitu tipe Grey, Young Sandyloan (Y A 3) dan Grey, Young Clay Loan (Y A 4). Tipe Grey, Young Sandyloan (Y A 3) sangat baik untuk tanaman tebu dan padi, serta paling cocok untuk tembakau. Tanah tipe ini terdapat di dataran Merapi di Sleman dan di Bantul.
Potensi inilah yang membuat Belanda tertarik mendirikan sejumlah pabrik gula di kawasan Bantul. Pabrik gula tersebut antara lain berlokasi di Bantul, Gesikan, Pundung dan Gondang Lipuro. Keberadaan sejumlah pabrik gula ini yang kemudian menarik sejumlah pengusaha Belanda untuk berinvestasi dalam pembangunan moda transportasi baru yaitu kereta api.
NISM mengajukan konsesi pengadaan jalur trem untuk wilayah Jogjakarta sampai Brosot. Pembangunan jalur ini berlangsung secara bertahap. Tahap pertama jalur yang dibangun adalah jalur Jogja – Srandakan dan jalur kedua Srandakan – Brosot.
Jalur yang cukup panjang ini tentunya membutuhkan sejumlah stasiun. Maka didirikanlah sejumlah stasiun kecil untuk memperpendek jalur pengangkutan. Stasiun – stasiun tersebut adalah stasiun Ngabean, Dongkelan, Winongo, Cepit, Bantul dan Palbapang. Hanya saja rincian dari pembangunan stasiun – stasiun tersebut belum ditemukan. Sehingga tidak diketahui dengan pasti kapan berdirinya stasiun – stasiun tersebut.
Ketika Jepang berkuasa, terdapat sejumlah penghapusan jalur kereta api. Sementara pada masa setelah proklamasi. Pengelolaan moda transportasi kereta api (baik milik swasta maupun pemerintah Belanda) sepenuhnya ditangani pemerintah Indonesia. Seiring berjalannya waktu, moda transportasi ini semakin mengalami perkembangan. Hanya saja terdapat sejumlah kendala dalam pelaksanaannya.
Pada tahun 1970 – an kendala – kendala tersebut mencapai klimaksnya. Kendala – kendala tersebut di antaranya adalah masalah penumpang gelap, kerusakan lokomotif maupun relnya. PT. Kereta Api memutuskan menutup sejumlah jalur kecil yang secara ekonomi tidak memberikan keuntungan. Penutupan jalur ini juga menimpa jalur Yogya – Brosot. Jalur ini sudah mulai tidak beroperasi sekitar tahun 1976 – 1977.
*dirangkai dari berbagai sumber.
Comments
Post a Comment