Enaknya dijajah siapa ya?
Ada sebuah guyonan
yang kerap muncul di kalangan generasi muda kita. Yaitu tentang bangsa mana
yang seharusnya menjajah kita. Memang sebuah ironi, karena bagaimanapun juga
yang namanya dijajah itu tidak enak. Apapun nama bangsanya atau embel – embel
yang menaunginya.
Guyonan ini muncul
karena bangsa yang menjajah Indonesia pada kenyataannya hanyalah Belanda.
Sebuah negara yang tidak terlalu luas. Dan dewasa ini Belanda bukanlah
tergolong super power atau adidaya. Sehingga boleh dikatakan negara ini tidak
memiliki pengaruh seperti halnya Inggris atau Amerika Serikat.
Dalam kajian
sejarahnya, memang ada perbedaan antara negara yang dijajah Inggris dengan
dijajah Belanda. Secara teoritis mirip dengan perbedaan sistem penjajahan
Portugis dan Spanyol dalam kajian imperialisme kuno.
Inggris adalah sebuah
negara yang memiliki perspektif bahwa laut adalah awal dari peradaban.
Maksudnya, orientasi Inggris adalah menguasai daerah pelabuhan – pelabuhan
sebagai pintu gerbang perdagangan. Bagi Inggris penguasaan daerah pelabuhan
adalah pintu gerbang kesuksesan.
Pada tahap
selanjutnya, Inggris senantiasa menganggap daerah jajahannya bukan sekedar
penghasil bahan baku tetapi juga daerah pemasarannya. Dengan poin terakhir ini,
maka otomatis ada semacam cara agar penduduk daerah jajahan memahami komoditi
yang dijajakan oleh penjajah. Semisal Inggris memproduksi sepatu, maka
bagaimana caranya agar penduduk dari negara yang dijajahnya mengerti kegunaan
sepatu itu. Salah satu cara menyampaikan pengertian itu adalah melalui pendirian
lembaga pendidikan.
Sekalipun didirikan
lembaga pendidikan namun gerak dan langkahnya tetaplah dibatasi. Artinya jangan
sampai perkembangannya melampaui batas. Kemudian berlanjut pada proses menuju
kemerdekaan bangsa. Inggris cenderung benar – benar mempersiapkan kemerdekaan
sebuah negara yang mereka jajah. Tengoklah Malaysia dan India. Memang ada
perjuangan tapi tidak seliat bangsa Indonesia. Dan di kemudian hari Inggris
masih campur tangan dengan perkembangan negara – negara tersebut. Antara lain
dengan menyematkan gelar Commonwealth (Negara – negara Persemakmuran). Namun
hal itu tidak berlaku bagi Amerika Serikat, negara ini benar – benar melepaskan
diri dari identitas jajahan Inggris.
Bagaimana dengan
Belanda? Belanda memiliki perbedaan kebijakan bagi negara jajahannya. Belanda
hanya menganggap jika negara yang dijajahnya adalah daerah penghasil bahan baku
semata. Jadi bagaimana caranya agar kekayaan alam bangsa tersebut bisa
menunjang perekonomian Belanda. Yah kurang lebih mirip dengan Portugis kala
menjajah Brazil. Kebijakan ini baru berubah kala kelompok liberal berkuasa di
Belanda pada abad ke 20. Kebijakan kelompok ini adalah dengan memunculkan
politik etis atau lebih dikenal dengan politik balas budi. Kebijakan ini pun
awal mulanya hanyalah bertujuan untuk mendapat tambahan tenaga kerja
berpendidikan yang murah. Dan pesertanya pun terbatas hanya di kalangan priyayi
saja.
Mengenai perjuangan
kemerdekaan pun, bangsa kita berjuang dengan cara yang berbeda. Bangsa ini
berjuang mati – matian untuk meraih kata merdeka, tidak diberi dengan gratis.
Seperti kita ketahui, Indonesia diproklamirkan saat terjadi “vacuum of power”.
Masa dimana Jepang telah kehilangan kekuasaannya, sementara di satu sisi
Belanda belum datang. Yah mungkin lebih tepat juga masa transisi. Ditambah lagi
dengan “kecepatan” menyusun syarat utama lahirnya negara, seperti presiden dan
wakilnya, UUD dan alat kelengkapan negara lainnya. Bayangkan dalam selisih satu
hari, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 Republik Indonesia diproklamirkan,
esoknya kita langsung punya presiden, Undang – undang dan tentu saja KNIP
(semacam MPR sekarang). Bandingkan dengan Amerika Serikat yang butuh 13 tahun
untuk menentukan siapa presidennya. Amerika yang merdeka pada 4 Juli 1776, baru
punya presiden pada 1789. Yah setidaknya berbanggalah pada Indonesia.
Melihat perbandingan
sekilas itu wajar jika dalam perkembangannya memang ada perbedaan yang mendasar
antara Indonesia dan Malaysia atau bahkan India dan Amerika. Kilasan ini hanya
memandang dari segi historis.
Tidak perlu menyesali
kita dijajah siapa, kita hanya perlu memahami bahwa sejarah panjang negeri ini
adalah pelajaran luar biasa untuk kita dan masa depan.
Comments
Post a Comment