Perang Sipil (Part 2)
Pada uraian pertama telah disebutkan jika perang sipil /
perang budak ato perang abolisi adalah perang yang terjadi sebab perselisihan
antara kelompok Selatan dan Utara. Dalam kajian sejarah Amerika
Serikat,terdapat opini jika kedua kelompok tersebut memiliki perselisihan
dikarenakan faktor ekonomi.
Kelompok Selatan adalah kelompok yang basis ekonominya
adalah perkebunan, tepatnya perkebunan kapas. Perkebunan kapas ini bisa maju
karena didukung dengan kehadiran kelompok kulit hitam yaitu budak. Encyclopedia
Americana menjelaskan jika Cotton was a
hardy plant that grew widely in a variety of soils throughout most of the lower
south; its production did not require elaborate tools or techniques. Cotton
could be raised succesfully by both free labor on small farms and by slaves on
large plantations. Inilah alasan kuat kelompok selatan mempertahankan
perbudakan.
Sedangkan kelompok Utara memiliki dasar ekonomi industri.
Mereka membangun perekonomian dengan dasar kepemilikan pabrik. Encyclopedia
Americana menguraikan bahwa More
diversified economically, the North was not so conscious of sectional
differences as the South. Despite the expansion and prosperity of agriculture
and commerce in the North, political power was shifting from agrarian and
merchants to factory owners. Adept at overcoming labor and capital shortages
and technological difficulties, Northeners by 1860 produced everything from
pins to locomotives. The factory owners grew wealthy and powerful, but within
their factories, “wage slaves” toiled long hours for low pay.
Pertentangan terhadap perbudakan lebih dikarenakan sejumlah
kalangan humanis di Utara menilai bahwa perlakuan pihak Selatan sudah tidak
bisa ditoleransi. Dalam kajian sejarah Amerika Serikat, Perang sipil merupakan
tonggak sejarah yang menandai penghapusan perbudakan, dan menandai perjuangan
kelompok kulit hitam. Pada akhirnya perang sipil dimenangkan oleh pihak Utara.
Namun kemenangan itu tidak serta merta menempatkan kaum kulit hitam di kasta
sama dengan kulit putih. Yang hilang hanya masalah perbudakannya saja. Masih
banyak terjadi diskriminasi terhadap kulit hitam. Perlakuan diskriminasi itu
misalnya adanya larangan orang kulit hitam bersekolah di sekolah kelompok kulit
putih, dsb.
Pada perkembangan selanjutnya, kelompok selatan yang kalah
dalam perang sipil, juga tidak sepenuhnya hilang. Kelompok kulit putih yang
membenci kulit hitam di kemudian hari mulai membentuk gerombolan. Contohnya adalah
Ku Klux Klan dan Liga Putih. Kelompok ini memiliki pengaruh kuat dalam
kehidupan masyarakat. Mereka juga tetap menjalankan teror untuk warga kulit
hitam.
Perjuangan penyetaraan hak antara warga kulit hitam dan kulit
putih terus berlanjut. Terpilihnya Barrack Obama sebagi presiden kulit hitam pertama
bukanlah akhir perjuangan bagi kelompok kulit hitam. Jadi, jangan pernah
menganggap Amerika Serikat sebagai negara adidaya adalah negara yang benar –
benar bebas. Karena sejarah negari itu menunjukkan bahwa bangsa ini telah
melalui proses yang panjang nan berliku agar menjadi bangsa yang adidaya.
Comments
Post a Comment