Tambora, 11 April 1815


     Tambora merupakan nama sebuah gunung yang ada di Pulau Sumbawa (sekarang provinsi Nusa Tenggara Barat). Tambora merupakan titik tertinggi Pulau dan provinsi ini, yaitu 2851 m. Dalam kajian sejarah Indonesia, nama gunung Tambora merupakan nama yang sensasional. Mengapa ? Karena Tambora populer dengan letusannya pada tahun 1815. Tepatnya pada 10 – 11 April 1815.

    Peristiwa ini terjadi pada masa peralihan kekuasaan Inggris dari Hindia Belanda / Indonesia. Maka sumber pertama sezaman dengan peristiwa letusan Gunung Tambora berasal dari laporan resmi Letnan Gubernur Thomas Stanford Raffles, di Batavia pada September 1815. Laporan itu berjudul “ Narrative of The Effects of the Eruption from Tomboro Mountain, In The Island of Sumbawa. On the 11th and 12th of April 1815.”


      

      Laporan ini menyebutkan jika letusan pertama terjadi pada 5 April 1815. Kemudian disusul oleh letusan  pada hari – hari berikutnya, yang terdengar dari berbagai penjuru angin. Letusan ini di sejumlah daerah (Jawa, Sumatra, Sulawesi dan Kep. Maluku) mulanya dikira sebagai letusan meriam. Namun dugaan ini dimentahkan dengan pengiriman pasukan militer yang tidak menemukan serangan musuh.

      Dugaan pun beralih ke gunung berapi Merapi, Kelud, atau Bromo. Dugaan ini didasarkan ketika pada hari – hari berikutnya letusan – letusan terus berlanjut yang disertai curah hujan abu lebat dan membuat siang gelap gulita. Hal ini terjadi di beberapa tempat di Jawa.
      Dari sekian banyak letusan, ada 2 letusan yang dianggap paling dahsyat yaitu tanggal 10 April dan 11 April 1815.

Dampak lokal Letusan
       Sjamsuddin (2012 : 68) menguraikan jika letusan gunung Tambora memberikan dampak yang besar bagi lingkungan sekitarnya. Secara umum, di lingkungan sekitar Pulau Sumbawa, letusan ini menyebabkan kerusakan lingkungan jumlah penduduknya berkurang secara drastis. Akibat langsung dari letusan ini adalah musnahnya 2 kerajaan (baik rakyat maupun rajanya) yaitu kerajaan PaPekat dan Tambora.

    Letusan Tambora pun mengubah kondisi demografis sosiologis. Terdapat ketidakjelasan batasan wilayah antara wilayah Bima dan Dompu. Pada kondisi ini juga terjadi migrasi dari Bima khususnya ke Dompu. Di Dompu sendiri juga terjadi perpindahan dari istana baru ke istana lama.

Dampak Global
     Setahun pasca letusan Tambora. Yaitu tahun 1816, keadaan di dunia dikenal sebagai The Year Without Summer (Tahun tanpa musim panas). Kondisi ini terjadi karena letusan Tambora yang cukup dahsyat sehingga menyemburkan 150 – 180 km3 material ke atmosfer. Material inilah yang nampaknya mengganggu cuaca pada rentang tahun tersebut.

        Kondisi tersebut juga menginspirasi lahirnya sejumlah cerita di kalangan masyarakat luar negeri. Misalnya adalah kisah Vampire dan Frankenstein.

       Singkatnya tragedi letusan Tambora ini telah melintasi ratusan pulau, puluhan negara dari berbagai bangsa, menyeberangi tiga samudera dan benua.

Sumber :
*Bernice de Jong Boers dan Helius Sjamsuddin. Letusan Gunung Tambora 1815. Penerbit Ombak
*www. Wikipedia.org. 

Comments

Popular posts from this blog

Cinta adalah Nol, Nol adalah awal dari segalanya

Telaah singkat Kidung Harsawijaya