Negara Madura, dalam lintasan sejarah Indonesia
Negara Indonesia merupakan negara kesatuan dengan
bentuknya republik. Namun dalam proses berdirinya negara ini, pernah menjadi
negara federal. Fase ini dialami pasca usainya perjanjian Linggajati (diumumkan
pada 15 November 1946 dan baru ditandatangani pada 25 Maret 1947).
Kala itu
memang ada hasil perjanjian yang sifatnya mengarah pada pembentukan negara
federal. Yaitu poin ke 2, Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama
dalam menyelenggarakan berdirinya negara Indonesia Serikat. Pembentukan RIS
akan diadakan sebelum tanggal 1 Januari 1949. Republik Indonesia Serikat ini
menandakan bahwa negara ini sempat berbentuk federal, dengan negara Indonesia
sebagai salah satu negara bagiannya. Kemudian lahirlah sejumlah negara federal
lain yaitu Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara
Madura dan sejumlah negara bagian yang lain.
Tulisan ini mencoba membahas tentang salah satu negara
federal yang terbentuk yaitu negara Madura. Madura suatu pulau yang secara
geografis memang terpisah dari Pulau Jawa. Namun catatan sejarah menunjukkan
jika kawasan ini senantiasa berada di penguasaan kerajaan Jawa.
Nah, latar belakang sejarah ini yang di kemudian hari
menjadi beban dari penguasa Madura pasca proklamasi. Ada keinginan untuk lepas
dari pemerintahan di Jawa. Salah satunya adalah dengan mendirikan negara
sendiri. Kebetulan pula kekuasaan Belanda di Madura sangat kuat. Hal ini
diuraikan oleh Wiryoprawiro, bahwa kekuasaan Belanda di kalangan pemerintah sangat
kuat meski secara tidak langsung. Belanda menguasai pemerintahan Madura memberi
perintah pada para bangsawannya, bukan pada rakyatnya.
Di kemudian hari ketika ada opsi dari pemerintah
Belanda antara membentuk negara sendiri atau bergabung dengan Republik
Indonesia, maka pilihan pun jatuh pada opsi pertama. Beban sejarah senantiasa berada
di bawah kekuasaan monarki Jawa, salah satunya pada masa Mataram Islam,
mempengaruhi keputusan penguasa masa itu. Terdapat sejumlah catatan yang
menunjukkan perlawanan dari Madura. Aminuddin Kasdi menyebutkan mulai dari
Trunajaya, Cakraningrat II, Cakraningrat III, dan Cakraningrat IV adalah
tokoh-tokoh Madura yang berupaya melepaskan diri dari cengkeraman kekuasaan
Mataram.
Keengganan sejumlah bangsawan Madura untuk bergabung
dengan RI dan memilih membentuk negara sendiri, sebenarnya jamak terjadi di
kalangan bangsawan di sejumlah wilayah RI masa itu. Hal ini dikarenakan mereka
sudah merasa nyaman di bawah kepemimpinan Kolonial. Pada negara baru Indonesia itu,
mereka ragu akankah bisa membuat mereka nyaman?
Pembentukan negara Madura diawali dengan pembentukan
Komite Indonesia Serikat pada Desember 1947. Di dalam komite ini juga terdapat
perwakilan dari orang-orang Madura. Tugas utama dari komite ini adalah membentuk
negara Indonesia Serikat. Komite ini mengadakan pertemuan yang didalamnya
menghasilkan keputusan untuk memberi tugas untuk merundingkan pembentukan
negara Indonesia Serikat dengan rakyat di daerah masing-masing.
Di Madura, sebagai tindak lanjut dari keputusan ini
maka pada 16 Januari 1948 didirikanlah Komite Penentuan Kedudukan Madura. Komite Penentuan Kedudukan Madura mengeluarkan
resolusi yang isinya :
- Memenuhi, resolusi yang diterima oleh Rakyat Madura pada tanggal 23 Januari 1948.
- Negara Madura meliputi Pulau Madura dan pulau sekitarnya.
- Mengakui Raden Ario Tumenggung Tjakraningrat, Residen Madura sebagai Wali Negara Madura.
- Membentuk suatu OPR Madura untuk mempersiapkan susunan ketatanegaraan Negara Madura.
Selanjutnya pada tanggal 23 Januari 1948 diadakan
pemungutan suara. Fase ini banyak mendapat tekanan dari Belanda. Belanda
melakukan berbagai tekanan dan menangkapi serta menahan orang yang tidak
disukainya. Maka hasil dari pemungutan suara ini adalah 71.88% rakyat setuju
Madura berdiri sebagai negara sendiri dari Negara Republik Indonesia.
Resolusi
yang dikeluarkan oleh Komite Penentuan Kedudukan Madura baru diterima rakyat
Madura pada tanggal 24 Januari 1948 atau sehari setelah adanya pemungutan
suara. Pemerintah Hindia Belanda sendiri baru mengakui dan merestui berdirinya
Negara Madura pada 20 Februari 1948. Kebijakan ini diambil berdasar hasil dari
pemungutan suara. Maka sebagai Wali Negara ditunjuk Cakraningrat (Arsip
Kementerian Penerangan No. 99 dikutip dari Seri Penerbitan Naskah Sumber Arsip
No. 2 Badan Arsip Propinsi Jawa Timur 2002). Langkah selanjutnya dari
berdirinya Negara ini adalah diadakannya pemilihan Dewan Perwakilan Negara
Madura pada 15 April 1948. Dewan ini dilantik pada bulan Desember 1948 di
Pamekasan.
Berdirinya
negara Madura ini menuai sejumlah aksi kontra, yang datang dari rakyat Madura.
Sikap menolak keberadaan negara-negara federal mulai muncul pasca terbentuknya
Republik Indonesia Serikat (RIS), 2 November 1949. Menteri-menteri yang
menjabat di dalam kabinet RIS mayoritas adalah pendukung negara kesatuan. Maka
mulailah muncul gerakan untuk membubarkan negara-negara federal. Hal ini juga
didukung oleh rakyat yang ada di negara-negara federal tersebut.
Penolakan
rakyat Madura pada berdirinya Negara Madura diwujudkan dalam bentuk berdirinya
organisasi gerakan perjuangan hingga dalam bentuk aksi massa secara
besar-besaran. Salah satu organisasi gerakan yang sangat keras dalam menolak
berdirinya Negara Madura adalah Gerakan Perjuangan Madura. Organisasi ini
berpusat di Pamekasan, namun memiliki cabang di sejumlah daerah, misalnya
Surakarta, Madiun, Nganjuk, Kediri, Blitar, Turen, Jombang, Babat dan Tuban.
Gerakan ini memiliki tujuan menggerakkan rakyat Madura untuk memperjuangkan
agar pulau Madura tetap dalam lingkungan NKRI.
Selain
organisasi ini, terdapat organisasi lain yaitu Panitia Perjuangan Madura.
Komunike ini dibentuk pada 26 Februari 1948, anggotanya adalah putra-putra
Madura yang tinggal di sejumlaha wilayah di luar Madura.
Perjuangan
rakyat Madura yang menolak berdirinya Negara Madura juga diwujudkan dalam
bentuk demonstrasi besar-besaran terutama ke gedung DPR. Massa demonstran terus
mendesak agar dewan dibubarkan. Maka melihat reaksi para demonstran yang tidak
dapat dibendung lagi, sidang akhirnya secara aklamasi mengambil keputusan
menyetujui tuntutan rakyat untuk membubarkan dewan. Dalam proses pembubaran
Negara Madura, maka dibentuklah Panitia Pelaksana Resolusi DPR Madura. Panitia
ini beranggotakan wakil-wakil DPR Madura dan organisasi rakyat. Selanjutnya
demonstrasi yang dilakukan berkali-kali secara besar-besaran ini akhirnya dapat
memaksa Wali Negara Madura untuk meletakkan jabatan. Penyerahan jabatan Wali
Negara ini kemudian diikuti dengan pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat Madura,
yang terjadi pada 15 Februari 1950.
Pasca
peristiwa tersebut, baru pada 23 Februari 1950, Bupati Notohadikusumo melapor
kepada pemerintah RI di Yogyakarta bahwa situasi politik di Madura dan Madura
sudah bergabung kembali dengan Republik Indonesia. Bupati meminta agar pemerintahan
RI segera memberikan keputusan terkait Madura.
Namun
hingga beberapa hari kemudian belum ada balasan dari pemerintah RI. Maka pada
tanggal 4 Maret 1950, beberapa orang anggota fraksi menemui Gubernur Jawa Timur, memohon Madura
secara de facto diakui sah menjadi Daerah Karesidenan Madura sebagai bagian
dari Propinsi Jawa Timur.
Berkaitan
dengan rasa tidak puas pada pembentukan Negara Madura, rakyat melampiaskan
dengan cara memaksa para pejabat yang dirasa anti terhadap NKRI, seperti
Asisten Wedana Pegantenan Ario Moh. Hanafi, Asisten Wedono Pakong, Moh. Amin,
dan Asisten Wedono Proppo Wongsodirejo untuk mundur dari jabatannya. Rakyat
juga menuntut mundur para pejabat pamong praja yang dirasa pengangkatannya
berbau feodal dan masih ada hubungan keluarga dengan Wali Negara Cakraningrat. Tuntutan
ini berujung pada sekitar 16 orang pejabat yang dipaksa turun dari jabatan pada
saat itu.
Maka, untuk
menghindari agar tidak terjadi hal – hal yang tidak diinginkan, pada tanggal 7
Maret 1950, Gubernur Jawa Timur, Samadikun menunjuk R. Sunarto Hadiwijoyo
sebagai Wakil Residen Madura. Kemudian pada tanggal 19 Maret 1950 turunlah
surat keputusan Presiden RIS yang isinya menetapkan daerah Madura sebagai
karesidenan dari Republik Indonesia. Surat
dari presiden ini kemudian ditindaklanjuti dengan diadakan serah terima
kekuasaan di Madura dari pejabat sebelumnya yakni R.T.A. Notohadikusumo kepada
pejabat baru R. Sunarto Hadiwijoyo. Dengan demikian maka mulai saat itu Madura
telah diperintah oleh pejabat RI. Beliaulah pejabat Residen Madura yang pertama
sesudah pendudukan Belanda berakhir.
Sumber:
bapersip.jatimprov.go.id/bapersip/publikasi_naskah_arsip. Diakses tanggal
26 Juli 2015
NEGARA MADURA. Sejarah Pembentukan hingga Penyelesaiannya dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Artikel
dari journal.unair.ac.id. Diakses
tanggal 26 Juli 2015
maaf sebelumnya... punya sumber tentang raa tjakraningrat?
ReplyDeletemaaf baru bls. saya ndak punya sumber yang dimaksud.
DeleteKalau yg dimaksud RAA Cakraningrat silahkan buka di Bangkalan Memory atau masuk FB LABHANG BHUTA...semoga bermamfaat...!?!
ReplyDelete