Prasasti Guntur 829 Śaka (907 M)
Bulan Oktober kemarin penulis
berkesempatan mengikuti acara Workshop Paleografi dan Epigrafi yang diadakan
Jurusan Sastra Nusantara Universitas Gajah Mada. Nah, dalam workshop tersebut
penulis mendapat banyak sekali tambahan ilmu baru, tentang dunia paleografi dan
epigrafi.
Kedua ilmu itu tergolong baru karena background pendidikannya sebelumnya adalah ilmu sejarah. Memang saat studi tersebut, sempat mendapat materi bahasa Jawa Kuna selama 1 semester. Tapi di dalam pelaksanaannya, masih amat kurang jika digunakan sebagai bekal membaca aksara jawa kuna.
Kedua ilmu itu tergolong baru karena background pendidikannya sebelumnya adalah ilmu sejarah. Memang saat studi tersebut, sempat mendapat materi bahasa Jawa Kuna selama 1 semester. Tapi di dalam pelaksanaannya, masih amat kurang jika digunakan sebagai bekal membaca aksara jawa kuna.
Workshop ini diisi oleh Prof Arlo Griffiths, epigraf dari EFEO (École franҫaise d’Extrême-Orient — Lembaga Prancis untuk Kajian Asia). Nah, di dalam salah satu sesinya adalah kegiatan membaca dan menerjemahkan prasasti, baik itu yang terbuat dari batu ataupun dari logam.
Saya tertarik untuk memposting sesi
membaca dan menerjemahkan prasasti dari logam tembaga, yang berupa jayapattra. Jayapattra diartikan sebagai keputusan pengadilan. Prasasti ini
diukir pada kuningan untuk memperingati kebenaran hak pemenang dan memungkinkan
orang itu untuk memakainya sebagai bukti kelak (Lombard, 2000 : 186).
Jayapattra
yang
dibahas pada tulisan ini berkaitan dengan masalah utang piutang. Jayapattra ini adalah prasasti Guntur,
yang berangka tahun 829 Śaka (907 M). Prasasti ini sudah pernah dibaca dan diterjemahkan oleh Prof. Boechari,
epigraf dari Universitas Indonesia. Artikel yang membahas prasasti ini berjudul
Jayapattra Sekelumit tentang
Pelaksanaan Hukum dalam Masyarakat Jawa Kuno, yang dipublikasikan pada Simposium Sejarah Hukum tahun 1975. Prasasti ini menceritakan dua pihak yang
bersengketa, yaitu Pu Tabwǝl melawan Saṅ Dharma. Berdasarkan hukum yang berlaku
Pu Tabwǝl tidak bertanggungjawab atas utang yang dibuat istrinya di luar pengetahuannya,
apalagi mereka berdua tidak beranak. Karena itu dalam perkara tersebut pihak Pu
Tabwǝl yang menang harus diberi surat keterangan di atas tembaga supaya di
kemudian hari tidak terjadi gugatan oleh anak cucu Saṅ Dharma terhadap anak
cucu Pu Tabwǝl (Boechari, 2012: 239).
Berikut merupakan foto asli dari lempeng
tembaga Prasasti Guntur. Prasasti ini memiliki dua sisi.
Sisi depan
Sisi belakang
Sementara di bawah ini hasil pembacaan ulang oleh Prof. Arlo Griffiths pada 8 Oktober 2008.
Observe
(1)
// svasti śakavarṣātīta 829 śravaṇamāsa,
tithi dvādaśi śukla, ma, po(,) bu, vāra tatkālani pu tabvĕl.
(2)
anag vanu
a
im guntur punpunaniṁ vihāre garuṁ
pinariccheda guṇadoṣanira de samaggat. pinapan.
(3)
pu gavul. mu
aṁ saṁ
anakabvi pu gallam. vanu
a
i
puluvatu, sambandhanikaṁ guṇadoṣa, hana saṁ dharma ṅara-
(4)
nya bapani maṁhampig. saṁkā ri
vurakuṁ ya ta tumagiḥ pu tabvĕl. tinagihakanya mas.
su 1 ndātan hutaṁ
(5)
pu tabvĕl. ya hutaṁ saṁ
anakabvi, makaṅaran si campa, vu
aṁ
sānak saṁ dharma, pajjaḥ pu
a
si campa, tinagih
(6)
ta pu tabvĕl. de saṁ
dharma, ndātan hanānakni pu tabvĕl. mu
aṁ
si campa. ṅuniveḥ yar vruha rikaṁ hutaṁ ya
(7)
ta mataṅyan. tka ri samaggat
pinapan., lavan. tan hana parṇnaḥniṁ hutaṁ maṅkana tumibā
riṁ lakilaki ya ta-
Reverse
(1)
n paṅavruḥnikaṁ lakilaki, ṅuniveḥ yan.
tan hana
anak samvandha, tatra sākṣī rovaṁ rakryān.
aputu,
(2)
pu rakak. vu
aṁ
I
taṁkil. , rovaṁ rakryān. hamĕ
as. pu kirat. vu
aṁ
I
timvun. vsi, pu saṅgama vu
aṁ
I
gu-
(3)
ntur., mu
aṁ guru vaju anakabvi samaggat pinapan.
atuha, nāhan.
kveḥ niṁ sākṣī byakt(i)nyan. sampun.
(4)
śuddhapariśuddha
ikaṁ guṇadoṣa, likhitapātra dyaḥ raṅgal.
vu°aṁ °i
varasiga || kunaṁ sugyan ta(t)ān paṅu-
(5)
jara ya muvaḥ dlāhaniṁ dlāha ya donikeṁ
jayapātra || // ||
Terjemahan (diambil dari saat mengikuti
workshop dan dari buku Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti Kumpulan
Tulisan Boechari).
Selamat tahun 829
Śaka yang telah berlalu, bulan Sravana, tanggal 12, ma,po, bu, pada saat itu,
Pu Tabwǝl, penduduk desa Guntur, diperiksa oleh Samgat Pinapan Pu Gawul dan
istrinya yang bernama Pu Gallam. Karena dia ditagih utang oleh Saṅ Dharma,
penduduk dari desa Wurakuṅ. Tetapi Pu Tabwǝl tidak mau membayar, karena yang
berutang ialah almarhumah istrinya (si Campa), di luar pengetahuannya. Istrinya
itu, yang bernama Si Campa, masih saudara Saṅ Dharma. Tidak ada anak dari si
Campa dan Pu Tabwǝl. Apalagi tidak seorang pun yang tahu tentang utang
tersebut. Perkara ini dikirimkan ke Samgat Pinapan. Tapi Saṅ Dharma tidak hadir dalam persidangan.
Itulah alasannya dikalahkan oleh Samgat Pinapan. Lagi pula berdasarkan hukum
yang berlaku utang yang dibuat istri di luar pengetahuan suami, tidak menjadi
tanggung jawab suami, lebih-lebih kalau suami-istri itu tidak beranak.
Keputusan itu diambil dengan disaksikan oleh wakil-wakil dari desa Pinapan dan
tiga desa di sekitarnya (ada Pembantu Rakryan Putu, Pu Rakak dari desa Tamkil,
Pembantu Rakryan Hames, Pu Kirat dari desa Timbun Besi, dan Pu Sunggama, istri
tua Samgat Pinapan dari desa Guntur).
Jelaslah benar tidaknya. Orang yang
menulis lempeng ini adalah dyah Rangal. Tujuan dari lempeng kemenangan ini agar
tidak ada yang membicarakan masalah ini ke depannya dan selamanya. (supaya
masalah tersebut tidak diungkit-ungkit lagi oleh anak cucu kedua belah pihak
sampai ke akhir zaman).
Kepustakaan
Tugas Workshop Paleografi dan Epigrafi
Lombard, Denys.1990. Nusa Jawa Silang Budaya Bagian III : Warisan
Kerajaan-Kerajaan Konsentris. Terjemahan oleh Winarsih Partaningrat Arifin
dkk. 2000. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Boechari, 2012. Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti. Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia.
Ini artikel Boechari yang paling penting tentang pembahasan Prasasti Guntur: Drs.Boechari, "Sekelumit Tentang Pelaksanaan Hukum dalam Masyarakat Jawa Kuno", Simposium Sejarah Hukum. BPHN: Penerbit Bina Cipta. 1975. >>> sebelum dirangkum ke dalam terbitan in absensia (anumerta) yang ini Boechari, 2012. Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti. Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia.
ReplyDeletematur nuwun Ambu atas koreksinya
DeleteYang belum terungkap sekarang ini isi "Prasasti Shinta", ayo dooong dibahas di sini apa isinya semacam 'jayapatra' atau 'cuplikan kisah Ramayana' yaitu Shinta digondol Rahwono, he...he...he. Ah, baca transkripsinya pak Arlo membingungkan, kata-kata bahasa Jawa Kuno koq ditulis seperti bahasa Sansekerta. Kudu dibedakan dooong.... Maaf, transkripsinya gak 'mainstream'.
ReplyDeleteYang belum terungkap sekarang ini isi "Prasasti Shinta", ayo dooong dibahas di sini apa isinya semacam 'jayapatra' atau 'cuplikan kisah Ramayana' yaitu Shinta digondol Rahwono, he...he...he. Ah, baca transkripsinya pak Arlo membingungkan, kata-kata bahasa Jawa Kuno koq ditulis seperti bahasa Sansekerta. Kudu dibedakan dooong.... Maaf, transkripsinya gak 'mainstream'.
ReplyDeletewah, kalo isine Prasasti Shinta malah belum tak baca je pak. kalo transkripsinya pak Arlo bwt bapak membingungkan, apalagi saya hehehehe. ini saya dapatnya sudah seperti itu pak. tapi matur nuwun sanget atas masukannya
DeleteTanya donk, beda jayapatra dan suddhapatra apa? klo jayapatra bukannya masalah kewarganegaraan seperti prasasti wurudu kidul om? Trims
ReplyDelete