Saring Sebelum Sharing, dan mari kita lawan hoaks

Judul Buku: Saring Sebelum Sharing : Pilih Hadis Sahih, Teladani Kisah Nabi Muhammad Saw, dan                      Lawan Berita Hoaks
Penulis: Nadirsyah Hosen 
Penerbit: Bentang Pustaka
Cetakan: Pertama, Februari 2019
Tebal: xvi+328 hlm
Buku ini kembali menampilkan ciri khas beliau, Nadirsyah Hosen atau biasa dipanggil Gus Nadir. Kemampuan menjadikan narasi keagamaan menjadi lebih mudah dipahami bahkan bagi kelompok yang bukan dari pesantren. Contoh terdekatnya ya saya sendiri. Monggo disimak review singkatnya. 




Gus Nadir menyebutkan dalam kata pengantarnya bahwa di dalam buku ini terdapat 70 artikel tulisan beliau yang sifatnya pendek dan singkat, tapi penuh gizi (nilainya). Sehingga hanya butuh 4-5 menit untuk membacanya. That’s right. Tulisan-tulisan ini sangat komunikatif bahkan buat orang yang secara keagamaan belum pernah ngaji di pesantren. Memang ada sejumlah artikel yang beliau tulis sudah dimuat di akun media sosial (facebook) beliau. Tapi membaca ulang (bagi saya yang juga followernya) sama sekali tidak masalah.
Buku ini menyajikan sejumlah jawaban terkait masalah agama yang sekarang sedang trending topik di media sosial. Bagi saya pribadi, ini semacam sekuel selanjutnya dari buku yang pertama Tafsir AlQuran di Media Sosial. Tapi buku ini lebih banyak membahas nabi Muhammad Saw dan hadistnya.
Kesederhanaan bahasa membuat pembaca lebih mudah memahaminya. Penjelasan makna dari sejumlah hadits dibedah dengan memakai kajian para ulama terdahulu. Itu menjadi pisau analisis yang tajam dibanding postingan sembarang di media sosial sekarang yang hanya mengandalkan satu terjemahan dari Google saja. 
Gus Nadir ingin menjawab sejumlah postingan dan meme yang bermunculan di media sosial khususnya yang berkaitan dengan klaim kebenaran hadist. Di sinilah tulisan-tulisan tersebut mencoba menjelaskan hadist yang digunakan dalam postingan dan meme tersebut dengan merujuk sumber-sumber Islam yang otoritatif. Nah, selepas membaca artikel dengan topik tertentu misalnya benarkah Nabi Muhammad Saw marah kalau Agama Allah dihina? Kita akan diajak mengecek terjemahan yang lebih tepat, sesuai kaidah bahasa Arab. Kemudian  menelusuri darimana teks hadist tersebut diriwayatkan. Setelah itu, menelusuri makna dari hadist tersebut berdasar pada penjelasan ulama di masa lampau lewat kitab karya mereka. Kemudian mengutip teks dari kitab-kitab tersebut yang ternyata sudah menjelaskan dengan gamblang. Metode ini disampaikan dengan bahasa yang simple dan mudah dipahami pembaca. 
Tahapan yang kurang lebih sama dilakukan untuk menjawab sejumlah topik yang juga viral di media sosial. Sehingga banyak perspektif dan penjelasan yang relatif baru dan menyegarkan. Dari sini akan membuka alam pikiran kita dalam menilai sebuah berita / tulisan terkait agama.
Tulisan ini dibuat tentunya untuk melakukan ‘counter attack’ pada berbagai hoaks yang beredar di group WA atau Instagram (dan Facebook juga) berupa penggalan terjemah hadis atau cuplikan kisah Nabi Muhammad Saw, yang kerap dipakai untuk menghakimi praktik ibadah ataupun pilihan hidup orang lain, dan bahkan sampai pada pilihan rakyat pada pilpresnya. Apalagi penggalan tersebut tidak disertai dengan penjelasan konteks dari tindakan Nabi, ataupun pandangan ulama akan kedudukan riwayat dan penjelasan maknanya. Metode belajar ini yang disebut gus Nadir sebagai metode belajar instan. Metode semacam inilah yang harus direvisi.
Tulisan – tulisan ini menggunakan pendekatan kritis dan pendekatan konstektual dalam memahami hadits nabi. Sehingga penjelasan dari terjemah hadits lebih jelas daripada memahami terjemahan tekstual saja.  Semisal pada teks hadits yang kerap viral di media social dan menjadi dasar dakwah yang cenderung frontal (ofensif) adalah ballighu ‘anni walau ayah, sampaikan dariku meski hanya satu ayat. Guna menjelaskan hadis tersebut, Gus Nadir menampilkan secara lengkap teks hadis tersebut dan terjemahannya. Serta di kitab mana saja hadis tersebut dapat dijumpai.  Dan kejutan yang kita temui di adalah bahwa teks hadis yang lengkap tersebut dimuat pada bab mengenai Bani Israil. Penempatan bab tersebut dijumpai pada tiga kitab hadis yaitu Bukhari, Abu Dawud dan At-Tirmidzi.  Kemudian dengan lugas, penulis memberikan sejumlah alternatif penjelasan dari teks hadits yang lengkap. Sehingga memunculkan interpretasi yang benar-benar berbeda pada makna dari hadis tersebut. Kemudian dengan mantap penulis menyebutkan jika hadis tersebut sejatinya bicara soal penyampaian, penyeimbangan, dan akurasi informasi. 
Dengan pendekatan semacam itu, pembaca pasti sangat terkesima. Mereka diajak untuk menyelami setiap tahap dengan bahasa yang simple dan mudah dipahami (untuk pembaca non pesantren).  Maka setelah membaca buku ini, cuman satu kalimat yang muncul, makin cinta pada Nabi Muhammad Saw, dan merasa perilaku kita masih jauuuuh dari perilaku beliau.
Tulisan-tulisan dari buku ini dapat ‘mencerahkan’ pembacanya dalam menghadapi berbagai berita yang beredar, khususnya berkaitan dengan hadist nabi. Masyarakat diharapkan lebih selektif dalam memilih berita dan tidak langsung percaya.  Apalagi men-share berita tersebut. Jadi pada intinya, buku ini mencoba menjelaskan berbagai hoaks terkait agama yang sudah beredar luas di masyarakat internet.             
Tulisan-tulisan semacam ini perlu diperbanyak dan dibagikan khususnya kepada netizen. Mengingat media sosiallah yang selalu menjadi sumber atau rujukan sekaligus sebagai sarana penyebar hoaks tercepat. Sehingga keberadaan buku ini bisa saja dijadikan salah satu sumber literasi digital yang positif dan melawan hoaks. Salam literasi. 

Comments

Popular posts from this blog

Karya Sastra Masa Majapahit

Cinta adalah Nol, Nol adalah awal dari segalanya