Menelusuri dunia hiburan Nusantara lewat biografi artis lawas
Penulis : Fandy Hutari
Penerbit : Basabasi
Cetakan : Pertama, Mei 2017
Tebal : 232 hlm
Dunia
hiburan di Indonesia telah berlangsung sejak lama. Keberadaan sejumlah tarian
dan seni musik tradisional adalah salah satu buktinya. Dunia hiburan mengalami
sejumlah perkembangan seiring dengan kehadiran bangsa lain yang datang ke
Indonesia. Di antaranya bangsa-bangsa Eropa, seperti Belanda dan Portugis.
Selain bangsa Eropa, bangsa Arab juga turut serta memberi sumbangsih pada
perkembangan seni hiburan di Indonesia.
Buku
ini menampilkan biografi singkat dari 17 artis pada masa Hindia Belanda dalam bidang
tonil (sandiwara), film dan musik. Bagi saya pribadi, ini adalah poin yang
menarik. Hal ini mengingat belum banyak sejarawan yang mau dan mampu
menuliskannya dengan baik. Padahal sumber yang membahas dunia hiburan masih
tersedia.
Para
artis yang menjadi bagian dari biografi singkat ini termasuk ayah dan ibu dari
seniman legendaris tahun 1970-an sampai 1980-an Rachmad Kartolo, yaitu Kartolo
dan Roekiah. Dan juga ayah dari rocker Achmad Albar, yaitu Syech Albar. Selain
itu terdapat juga sejumlah nama yang sebenarnya bukan artis. Namun memiliki
peran yang besar dalam seni hiburan pada masa tersebut. Sebut saja Andjar
Asmara dan Pak Wongso.
Buku
ini juga menampilkan uraian singkat terkait sejarah dunia hiburan, seni
pertunjukan Idonesia di masa Hindia Belanda. Dunia seni pertunjukan di
Indonesia mulai pada tahun 1891. Cikal bakal tonil tersebut dimulai oleh
seorang Indo-Prancis, August Mahieu. Mahieu menampilkan sebuah pertunjukan
opera Barat dengan bahasa Melayu. Ia membentuk rombongan yang diberi nama
Komedi Stamboel di Surabaya. Cerita-cerita yang dimainkan oleh kelompok ini
mengangkat legenda 1001 Malam (hlm 8). Keberadan kelompok ini kemudian diikuti
dengan berdirinya kelompok hiburan di sejumlah kota besar.
Sementara
perkembangan seni musik juga unik. Sekalipun masyarakat Indonesia telah
mengenal berbagai alat musik, namun kedatangan bangsa Eropa yang membawa musik
asal mereka, tetap memiliki pengaruh bagi perkembangan seni musik di Indonesia.
Musik keroncong adalah salah satunya. Musik ini memang bentuk pengaruh dari
bangsa Portugis. Namun dalam proses perkembangannya juga banyak mengadopsi
musik Jawa, sehingga bisa dikatakan musik keroncong adalah musik yang
dihasilkan melalui proses percampuran.
Seni
musik juga mendapat pengaruh dari bangsa Arab. Hal ini dibuktikan dengan
keberadaan musik gambus. Musik genre ini salah satunya dipopulerkan oleh Syech
Albar.
Seni
film juga punya cerita sendiri. Film cerita Indonesia dimulai di Bandung pada
1926, ketika seorang Indo-Jerman bernama G.Krugers dan seorang Belanda bernama
Heuveldorp, berhasil membuat film cerita dengan judul “Loetoeng Kasaroeng”.
Film ini masih bisu. Film bersuara baru masuk ke Indonesia pada 26 Desember
1929, berjudul “Fox Follies”, dan diputar di Princesse Schouwborg, Surabaya.
Film bersuara Indonesia baru diproduksi pada 1931, yaitu “Karnadi Anemer
Bangkong”.
Buku
ini juga menceritakan perkembangan sejarah seni pertunjukan di masa kolonial
(Hindia Belanda), masa pendudukan Jepang hingga masa Orde Baru. Buku ini juga
menunjukkan sejumlah fakta yang menarik terkait karir para artis ini. Banyak di
antara mereka yang lintas bidang. Ada yang berasal dari panggung tonil, namun
lihai menyanyi dan main film. Sehingga bisa dikatakan sebagai artis multitalenta.
Mereka misalnya Tan Tjeng Bok, Roekiah, Kartolo dan Miss Dja.
Isi buku yang menarik ini didukung pula dengan
gaya penulisan mas Fandy Hutari. Enak dan menarik disimak. Gaya penceritaan
yang kritis mampu menarik pembaca ditambah pencantuman sumber-sumber berupa
majalah lama dan buku yang berkaitan di bagian catatan kaki. Hal ini memudahkan pembaca yang tertarik
untuk mengetahui detail dari setiap biografi.
Selain itu, gaya penulisannnya
juga khas sejarawan. Penulis menyajikan
data-data yang ada meski bertentangan. Kemudian memberikan penjelasan alasan
kenapa data tersebut berbeda. Bagi saya sebagai pembaca, model seperti secara
langsung menunjukkan bahwa proses pencarian sumber data (heuristik) itu memang
gampang-gampang susah. Terkadang sumber yang dicari banyak, tetapi secara
substansi isinya bertentangan.
Keberadaan
buku ini dapat menjadi sumber untuk penelitian sejarah hiburan
selanjutnya. Tulisan ini menggunakan
pendekatan sejarah. Kebanyakan artikel
di dalamnya ditulis dengan gaya deskriptif naratif. Namun tak jarang muncul
gaya kritis, karena adanya perbedaan data dari sumber yang ada. Hal ini
menjadikan alur penceritaan buku ini menarik. Karena pembaca diajak untuk tahu
bahwa memang ada perbedaan data yang ada.
Keberadaan kumpulan tulisan
yang merangkum riwayat singkat para artis ini menjadi sebuah tahap awal
dalam penelitian akan sejarah hiburan di era penjajahan Belanda. Buku ini diharapkan bisa menjadi
pemicu penelitian tentang sejarah dunia hiburan Indonesia pada masa Hindia Belanda. Salam Literasi.
Comments
Post a Comment