Kuasa Makna, Tafsir Baru Arkeologi Indonesia
Judul Buku : Kuasa Makna Perspektif Baru dalam Arkeologi Indonesia
Editor : Daud Aris Tanudirjo
Penerbit : Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada
Cetakan : Pertama, November 2019
Tebal : 205 hlm
Indonesia merupakan bangsa dengan sejarah yang panjang. Berdasarkan kajian ilmu arkeologi periode sejarah kebudayaan dimulai ± abad 4 Masehi. Periode ini ditandai dengan kemunculan kerajaan Kutai di Kalimantan dan Tarumanagara di Jawa Barat. Sedangkan masa sebelum abad ke-4 Masehi dikenal dengan masa pra sejarah. Periode ini adalah ketika masyarakat pendukungnya belum mengenal aksara. Meski belum mengenal aksara namun masa pra-sejarah sudah meninggalkan sejumlah hasil kebudayaan/peradaban yang besar. Misalnya hasil budaya dari periode megalitik (batu besar).
Di Indonesia kajian sejarah kebudayaan sebelum dan sesudah mengenal aksara berada di dalam kajian arkeologi. Arkeologi merupakan ilmu yang mempelajari kehidupan manusia di masa lampau. Magetsari (2016:314) menjelaskan arkeologi adalah ilmu yang berupaya mengkaji dan kemudian merekonstruksi kehidupan manusia yang telah punah melalui peninggalan materi yang tersisa.
Perkembangan ilmu arkeologi selama ini terkesan jalan di tempat. Asumsi ini muncul karena hasil penelitian yang ada lebih banyak mendukung data yang sudah ada sejak masa kolonial Hindia Belanda. Hal ini memunculkan kesan bahwa arkeologi Indonesia hanya terpancang pada satu sudut pandang.
Oleh karena itu para akademisi yang menulis karya dalam buku ini mencoba mengubah tradisi tersebut. Sesuai dengan perkembangan ilmu arkeologi, pada tahun 1970-an, muncullah arkeologi pascaprosesual. Pemahaman arkeologi pasca prosesual dengan beragam pendekatan karena tidak ada kebenaran tunggal. Pusat perhatiannya adalah bagaimana pengetahuan masa lampau diperoleh dan dipakai untuk merekonstruksi masa kini (Permana, 2016:4).
Buku ini berupaya menyajikan kajian sejarah budaya melalui pendekatan yang berbeda. Namun data yang dipakai sebenarnya bukan data baru. Buku ini menunjukkan dengan memakai pendekatan yang berbeda, data lama bisa menghasilkan sesuatu yang berbeda. Maka (buku ini) menjadi menarik karena keberaniannya dalam mengambil sudut yang berbeda.
Kuasa Makna, alternatif pemaknaan baru Arkeologi Indonesia
Tulisan-tulisan dalam buku ini menggunakan sejumlah pendekatan yang berbeda-beda. Ada banyak perspektif yang digunakan dalam buku ini. Hal yang wajar mengingat keberadaannya sebagai kumpulan tulisan (antologi). Namun perbedaan tersebut menjadikan kelima topik yang dibahas ini memiliki keunikan. Bahkan sejumlah topik juga mengkritisi pendapat yang sudah ada. Inilah yang membuat buku ini layak dilabeli sebagai perspektif baru dalam arkeologi Indonesia.
Kumpulan tulisan ini menyajikan sejumlah alternatif pemaknaan mengenai sejumlah topik menarik. Topik pertama adalah tentang Prospek Arkeologi Kapitalisme di Indonesia karya Daud Aris Tanudirjo. Tulisan ini mencoba menampilkan prospek Arkeologi Kapitalisme sebagai sebuah pendekatan yang layak diterapkan dalam kajian arkeologi di Indonesia. Arkeologi Kapitalisme bisa menjadi perspektif yang dapat menjadi harapan baru untuk menerangkan sejumlah aspek kehidupan dalam kajian arkeologi yang belum dibahas secara rinci saat ini. Misalnya peran raja pada masa Jawa Kuno dalam melakukan pengendalian dan merekayasa kekuasaan untuk memperoleh kekayaan pribadi dari sudut pandang arkeologi kapitalisme.
Tulisan kedua, Dua Ziarah Agung: Makam Wali sebagai Sumber Otoritas Politik di Dunia Indo-Islam pada Abad ke 16-17 karya Adieyatna Fajri mencoba mengkritisi pemikiran para peneliti kolonial tentang keberadaan makam wali sebagai sebuah bentuk keberlanjutan budaya pra-Islam. Serta sejumlah peneliti saat ini yang menganggap keberadaan makam Islam hanya sebagai tanda dari masuknya agama Islam di suatu wilayah. Tulisan ini mencoba menampilkan sudut pandang yang berbeda dalam memandang keberadaan makam para wali.
Tulisan ini mengambil kunjungan Sultan Akbar (1542-1605) dari Mughal ke makam Syaikh Mu’inuddin Chisty seorang sufi besar di Ajmer, India dan kunjungan Sultan Agung (1613-1646) dari Mataram ke makam Sunan Tembayat di Klaten, Jawa Tengah, sebagai bahan penelitian. Melalui pendekatan Arkeologi Kesejarahan dapat disimpulkan jika kedua makam tersebut bukan sekedar monumen kematian yang dihormati. Kedua makam tokoh agama tersebut juga memegang peran dalam tatanan ataupun perdebatan (tentang) kutub kekuasaan politik dan religius pada masa pertumbuhan Islam di India dan Jawa.
Tulisan ketiga, Model Kalkulasi Kerangka Lingkungan Vegetatif Masa Majapahit di Trowulan : Kerangka Konseptual karya J. Susetyo Edy Yuwono menampilkan alternatif pemaknaan pada tinggalan bata di Trowulan. Tinggalan bata ini tidak sekedar menunjukkan keberadaan perilaku manusia. Namun bisa juga dilihat sebagai bentuk pemanfaatan lingkungan di wilayah Trowulan. Tulisan ini diharapkan mampu memberikan pemaknaan alternatif tentang masa lalu di lingkungan Kerajaan Majapahit.
Tulisan keempat karya Dwi Pradnyawan tentang Kisah tiga Candi Siwa (Candi Srikandi, Dieng; Cand Gedongsongo I dan Candi Kidal) di Jawa yang menampilkan pemaknaan pada aspek nonverbal yaitu ornamentasi candi Siwa. Tulisan ini mengkritisi pemaknaan yang selama ini sudah ada, bahwa ornamen atau relif tokoh pada tubuh candi hanya sekedar menjadi hiasan yang memperkuat pengisahan tema candi. Penulis mencoba membaca kembali ornamen dan relief pada beberapa candi Siwa.
Dan tulisan kelima karya Tjahjono Prasodjo tentang Penggambaran Lanskap Jawa Kuno dalam Kakawin yang mendiskusikan tentang kelayakan dari naskah Kakawin untuk menjadi sumber data arkeologi. Selama ini Kakawin dianggap karya sastra yang dianggap imajinatif dan tidak menggambarkan keadaan alam pada masa Jawa Kuno yang sebenarnya. Tulisan ini memberikan argumentasi bahwa Kakawin adalah rekaman sejarah dan pengalaman penulis Kakawin saat berhadapan dengan kenyataan di lingkungannya. Namun penyajiannya memang harus mengikuti kaidah penulisan Kakawin sebagai karya sastra yang khas pada masanya.
Tafsir Baru Arkeologi Indonesia
Tulisan-tulisan dalam buku ini diharapkan mampu menjadi pemicu dari berkembangnya kajian arkeologi Indonesia, agar bisa bersifat lebih dinamis dan berwarna. Kajian-kajian yang akan muncul di kemudian hari tersebut bisa menjadi langkah awal dalam menyumbangkan pemikiran baru bagi arkeologi Indonesia. Pemikiran baru yang dapat ditafsirkan secara berbeda, lebih dapat dipahami dan bermanfaat untuk masa kini.
Melalui sentuhan sang editor, arkeolog dan akademisi Daud Aris Tanudirdjo, kumpulan tulisan ini mampu menjadi magnet tersendiri agar pembaca lebih tertarik memahami arkeologi sekaligus menampilkan karya para akademisi dalam kerangka sejarah kebudayaan Indonesia yang tak bakal habis untuk terus digali dan diteliti.
Comments
Post a Comment