Perkembangan Ekonomi dan Transportasi Keresidenan Banyumas 1830-1940 an

Judul Buku                : Arkeologi                 Transportasi : Perspektif Ekonomi dan Kewilayahan Keresidenan Banyumas 1830-1940an

Penulis                       : Purnawan Basundoro

Penerbit                     : Airlangga University Press

Cetakan                      : I, 2019

Tebal                          : xvi + 240 hlm

ISBN                           : 978-602-473-091-8

 

Banyumasan merupakan sebuah sebutan untuk kesatuan budaya, bahasa, dan karakter yang hidup dan berkembang di masyarakat Jawa yang tinggal di wilayah Banyumas. Wilayah ini pada masa kolonial merupakan sebuah Keresidenan. Keresidenan Banyumas sekarang terdiri dari beberapa kota yaitu Cilacap, Banyumas, Purwokerto, Banjarnegara, dan Purbalingga. Keresidenan Banyumas, sebuah wilayah yang terdapat di Jawa bagian tengah, merupakan salah satu wilayah yang perkembangan ekonominya sebagian besar disebabkan oleh faktor geografis.



Hal ini antara lain dibuktikan dengan laporan dari sebuah tim bentukan pemerintah kolonial Hindia Belanda yang melakukan pemetaan terhadap daerah Banyumas pada tahun 1830. Tim ini dipimpin oleh Hallewijn bersama Vitalis, Tak dan Daendels. Tim ini menyimpulkan bahwa Banyumas merupakan wilayah yang memiliki hubungan minim dengan daerah luar serta sarana transportasi yang sangat terbatas, sehingga dianggap sebagai daerah terisolasi (hlm 6).

Kehadiran buku ini dimaksudkan untuk mengisi kekosongan literatur mengenai sejarah Banyumas periode modern atau kontemporer, sejak abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20. Buku ini secara mendalam membahas perubahan-perubahan mendasar di wilayah Keresidenan Banyumas sejalan dengan perkembangan infrastruktur transportasi serta perkembangan ekonomi.

Buku ini mampu membawa pembaca menjelajah ke Keresidenan Banyumas ‘dengan’ mesin waktu, untuk mengenali setiap daerah dan sejumlah aspek di dalamnya pada rentang tahun 1830 sampai tahun 1940 an. Dengan menggunakan perspektif sejarah, kelengkapan data dan narasi  dari penulis Purnawan Basundoro, menjadikannya semakin menarik.

Mengambil setting pasca Perang Jawa (1825-1830), penulis mampu menampilkan tahapan perkembangan kawasan Keresidenan Banyumas dari masa ke masa. Meski mengambil setting waktu tahun 1830-1940 an namun penelitian ini memuat data sampai tahun 1970 an dan beberapa data masa kini. Ini menjadikan isi buku makin menarik, karena menyajikan deskripsi yang apik pada sejumlah masa tersebut.

Buku ini memfokuskan pada perkembangan fasilitas transportasi di Banyumas dan fungsinya sebagai pendukung utama aktivitas perekonomian. Wilayah Banyumas mengalami perubahan drastis setelah dilewati jalur-jalur transportasi modern yang mampu mengangkut manusia dan barang dalam jumlah massal yaitu kereta api. Keberadaan transportasi kereta api di Banyumas sejak akhir abad ke-19 berdampak signifikan terhadap perkembangan wilayah dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. 

Wilayah Banyumas mulai menjadi bagian dari sistem jaringan kereta api ketika jaringan kereta api negara Staatsspoorwegen (SS) yang menghubungkan Yogyakarta dan Cilacap mulai terpasang. Lintasan KA Yogyakarta-Cilacap mulai dibangun pada tahun 1879 dan selesai 1887. Mulanya jaringan KA tersebut belum terhubung sampai ke pelabuhan Cilacap. Stasiun terdekat adalah stasiun Maos. Baru pada 1888 dilakukan pengembangan dari stasiun Maos ke pelabuhan Cilacap.

Jalur KA di Keresidenan Banyumas kemudian terus mengalami perkembangan seiring dengan dibutuhkannya transportasi massal yang bisa menjangkau pusat produksi ke pelabuhan. Sementara jaringan kereta api SS yang melewati Kawasan Banyumas hanyalah jaringan yang tidak bisa menjangkau  pusat-pusat produksi di pedalaman yang meliputi Purwokerto, Purbalingga, Banjarnegara dan Wonosobo. Maka pada tahun 1894 berdirilah Perusahaan Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS) atau perusahaan Trem Uap Lembah Serayu.

Tahun 1895 dibangunlah jalur trem tahap pertama yaitu Maos -Purwokerto-Sokaraja-Banjarsari-Purwareja (Klampok)-Banjarnegara. Jalur ini tidak jauh dari pabrik-pabrik gula yang ada di Keresidenan Banyumas. Pabrik-pabrik inilah yang menjadi sasaran utama dibangunnya jaringan kereta tersebut.

Buku ini juga merekam terjadinya perpindahan ibukota Keresidenan Banyumas  dari Kota Banyumas ke Kota Purwokerto. Perpindahan ini salah satunya karena Purwokerto memiliki akses transportasi modern, kereta api. Sementara Banyumas lebih mengandalkan jalur Sungai Serayu. Hal ini berimbas pada makin sepinya Kota Banyumas.

Buku ini juga memuat perkembangan wilayah dan permukiman di Keresidenan tersebut baik sebelum maupun sesudah adanya transportasi darat. Hal ini menjadikan buku ini memberikan manfaat yang besar bagi siapa saja yang ingin mengetahui sejarah perekonomian dari wilayah ini. Sila dibaca bukunya. Salam Literasi 😉😀😊

 

 

 


Comments

Popular posts from this blog

Cinta adalah Nol, Nol adalah awal dari segalanya

Telaah singkat Kidung Harsawijaya