Candi Abang dan Mataram Kuna
Judul Buku : Candi Abang: Konflik dan Kuasa dalam Masyarakat Jawa Kuna antara abad ke -9 - 10
Penulis : Agus Aris Munandar, Andriyati Rahayu, Deny Yudo Wahyudi
Penerbit :
Wedatama Widya Sastra
Cetakan :
Pertama, Oktober 2020
Tebal :
xi + 154 hlm
ISBN
: 978-602-273-043-9
Keberadaan
bangunan candi di Indonesia selalu dihubungkan dengan periode sejarah klasik,
atau masa berkembangnya agama Hindu-Budha. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh arkeolog Indonesia, Soekmono, candi memiliki fungsi sebagai
bangunan suci untuk umat Hindu-Budha pada masa itu. Pernyataan ini sekaligus
mementahkan asumsi yang berkembang di kalangan masyarakat selama ini, bahwa
candi adalah makam dari para raja.
Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang
memiliki banyak candi. Sejumlah candi-candi besar peninggalan kerajaan Mataram
Kuna dapat dijumpai di wilayah ini. Ada candi Prambanan yang sudah diakui
sebagai warisan budaya dunia. Kemudian ada Candi Sambisari, Barong, Kalasan,
Kedulan, Abang dan lainnya.
Salah satu
candi di provinsi ini adalah candi Abang. Candi Abang merupakan salah satu
candi yang deskripsinya jarang dijumpai. Sumber pertama yang memuat deskripsi Candi Abang adalah
laporan Dinas Kepurbakalaan Hindia Belanda (Rapportten van Oudheidkundige
Dienst) tahun 1915. Laporan ini menyebutkan bahwa ada reruntuhan bangunan
bata yang telah tertutup tanah sehingga berbentuk seperti bukit kecil. Pada
reruntuhan tersebut ditemukan batu lonjong diduga lingga dan arca Buddha. Laporan
ini tidak menyebutkan deskripsi lebih detail terkait kedua temuan tersebut.
Minimnya data
tentang candi Abang, menjadi alasan yang menarik tim peneliti dari Universitas
Indonesia untuk membuat kajian tentang
candi ini. Mereka berupaya mengungkap wujud arsitektural, peran dan makna
keagamaan Candi Abang dalam masyarakat sezaman, yaitu pada masa kerajaan
Mataram Kuna abad ke 8-10 M. Ketiga aspek tersebut menjadi pembahasan di dalam
buku ini.
Pertama, wujud
arsitektural Candi Abang saat masih berfungsi. Hal ini dapat ditinjau dari
ukuran dan pecahan bata yang banyak ditemukan di situs tersebut. Kedua, fungsi dari bangunan candi ini,
sebagai bangunan suci atau bangunan profan.
Pembahasan aspek yang kedua ini tentunya akan berkaitan aspek ketiga
yaitu makna keagamaan bangunan ini pada masyarakat yang sezaman.
Penelitian
ini bertujuan untuk menggenapi pengetahuan tentang arsitektur keagamaan di
wilayah Jawa bagian tengah abad ke-8 – 10 M. Selain itu pengetahuan tentang
Candi Abang yang diperoleh setelah melakukan telaah mungkin dapat membantu
memahami beberapa kepurbakalaan lain di sekitarnya, terutama Gua Sentono, yang
berada tidak jauh dari Candi Abang.
Penelitian
ini merupakan studi arkeologi – sejarah. Maka sumber data yang digunakan adalah
data kepustakaan berupa sejumlah prasasti, maupun sumber-sumber tertulis
lainnya untuk membantu memecahkan permasalahan. Sejumlah sumber prasasti yang
digunakan antara lain prasasti Kalasan,
Kelurak, Manjusrigrha, Abhayagirivihara, Kayumwungan (Karang Tengah), Tri
Tpussan, dan Ligor. Sumber tertulis yang digunakan adalah kitab Sang Hyang
Kamahayanikan. Sementara survei arkeologi dilakukan dengan survei di
sekitar situs, yaitu sekitar kaki bukit Candi Abang serta wilayah antara Candi
Abang dan Gua Sentono.
Buku
ini berhasil memunculkan intepretasi yang menarik tentang peran candi Abang
pada sekitar abad 8–10 M. Interpretasi ini berdasarkan data prasasti yang ada
dan juga dihubungkan dengan perkembangan agama Buddha Mahayana di Jawa Tengah
pada rentang waktu tersebut. Selain berasal dari prasasti, data yang digunakan
juga berasal dari arsitektur candi dan percandian Buddha Mahayana di kawasan
yang sama, yaitu sekitar kompleks Prambanan dan Ratu Baka.
Buku ini juga
menampilkan intepretasi bentuk arsitektur dari Candi Abang pada masa
berfungsinya, yaitu sebagai stupa. Intepretasi
ini diharapkan dapat menjelaskan peran candi ini dalam kehidupan keagamaan
masyarakat pada abad 8 – 10 M. Suatu bangunan suci didirikan pasti dengan
tujuan tertentu. Candi Abang diasumsikan sebagai salah satu bangunan suci sebab
di sekitar candi tersebut terdapat reruntuhan bangunan lain dengan temuan
arca-arca bersifat Hindu atau Buddha.
Candi
Abang diduga didirikan pada masa berkembangnya kerajaan Mataram Kuna. Kerajaan
yang menghasilkan banyak bangunan candi baik untuk sarana ibadah agama Hindu
maupun Buddha. Candi Abang merupakan stupa yang berperan dalam ritual agama
Buddha dalam masyarakat Mataram Kuna. Surutnya peran candi Abang sebagai sarana
ibadah juga dapat dikaitkan dengan permasalah politik pada masa Mataram Kuna.
Dengan
demikian Candi Abang pada masa berfungsinya tidak berdiri sendiri, tetapi
diduga terkait dengan sejumlah bangunan suci lain di sekitarnya. Pada konteks
ini peneliti mengkaitkan candi Abang dengan sejumlah candi lain yang letaknya
tidak terlalu jauh, yaitu Candi Sari, Candi Kalasan, Candi Grimbyangan, Candi
Nogosari dan Gua Sentono. Candi-candi
tersebut dapat juga dikaitkan dengan suatu sistem ritual yang harus dijelaskan
lebih lanjut.
Penelitian tentang Candi Abang, bentuk dan perannya dalam kehidupan keagamaan masa Mataram Kuna memang menarik. Namun, karena penelitian ini sifatnya terbatas, hanya pada intepretasi wujud arsitektur dan perannya di masa Mataram Kuna, maka memunculkan ide penelitian selanjutnya. Semisal penelitian arkeologis terkait struktur fisik dari Candi Abang. kajian-kajian tersebut memang membutuhkan kerja keras, mengingat terbatasnya sumber. Namun bukan tidak mungkin dilakukan.
Comments
Post a Comment